Kamis, 02 Februari 2012

Amalan Paling Ringan, Berpahala Paling Besar

Setiap orang muslim di antara kita tentu menginginkan berumur panjang supaya bertambah kebaikannya. Seperti yang disabdakan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling baik itu?” Beliau menjawab “Yaitu orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.” (HR. at-Tirmidzi dan Ahmad).
Kehidupan di dunia ini merupakan tempat untuk menambah dan memperbanyak amalan-amalan yang baik agar manusia bahagia setelah kematiannya serta rela dengan apa yang ia kerjakan.
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitahukan bahwa umur umatnya ini antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun, mereka tidak seperti umur umat sebelumnya. Tetapi beliau telah menunjukkan mereka kepada perbuatan maupun ucapan yang dapat mengumpulkan pahala yang banyak dengan amalan yang sedikit lagi mudah, yang dapat menggantikan manusia dari tahun-tahun yang berlalu jika dibandingkan dengan umur sebelumnya. Inilah yang dinamakan dengan “al-A’maal al-Mudhoo’afah” (amalan-amalan yang berlipat ganda) yang tidak semua orang mengetahuinya.
Oleh karena itu, saya hendak menyebutkan sebagian besar dari amalan-amalan yang mudah lagi berlipat ganda tersebut pada tulisan yang singkat ini. Dengan harapan agar setiap orang di antara kita menambah umurnya (dengan amalan) yang produktif dalam kehidupan dunia ini. Agar tergolong dari orang-orang yang mengerti (untuk mengambil) selanya, (kata pepatah :) “Darimanakah bahu (hewan sembelihan itu) dimakan”. Maka mereka memilih dari amalan-amalan tersebut mana yang paling ringan (dikerjakan) oleh jiwa dan paling besar pahalanya. Orang seperti ini bagaikan orang yang mengumpulkan permata-permata yang berharga dari dasar laut sementara manusia yang lain (hanya) mendapatkan ombaknya saja.
Berikut ini akan kami sebutkan amalan-amalan maupun ucapan-ucapan secara berurutan dan singkat, dengan disertai dalil dari setiap ucapan atau amalan yaitu dalil-dalil dari Kitabulloh atau dari hadits-hadits yang shohih dan hasan. Alloh-lah Yang Maha Pemberi taufiq untuk setiap kebaikan.

1.      Silaturahmi. Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa ingin dilapangkan rejekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya menyambung (tali) silaturahminya.” (HR. al-Bukhori dan Muslim).

2.      Berakhlak yang mulia, Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Silaturahmi, berbudi mulia, dan ramah pada tetangga (dapat) mendirikan kabilah dan menambah umur.” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi).

3.      Memperbanyak sholat di “Haromain Syarifain”, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Sholat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih baik dari seribu (sholat) daripada yang lain kecuali Masjid Harom, dan sholat di Masjid Harom itu lebih baik dari seratus ribu (sholat) dari pada yang lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

4.      Sholat berjamaah bersama imam, berdasarkan sabda Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Sholat berjamaah itu lebih baik dari pada sholat sendiri dengan dua puluh tujuh derajat.” (HR. al-Bukhori dan Muslim).
Adapun perempuan sholat di rumah, dan hal itu lebih baik dari pada mereka sholat di masjid, walaupun di Masjid Nabawi. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ummu Humaid radhiyallahu ‘anha–salah satu dari shohabiyat, “Aku tahu bahwa kamu senang sholat bersamaku, tapi sholatmu di rumahmu itu lebih baik bagimu daripada sholatmu di kamarmu. Dan sholatmu di kamarmu itu lebih baik bagimu dari pada sholatmu di tempat tinggalmu. Dan sholatmu di tempat tinggalmu lebih baik bagimu daripada sholatmu di masjid kaummu. Dan sholatmu di masjid kaummu lebih baik bagimu daripada sholatmu di masjidku (Masjid Nabawi).” (HR. Ahmad).
Lalu setelah ini beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sholat di penghujung rumahnya di tempat yang  gelap sampai beliau menemui ajalnya.

5.      Melaksanakan sholat nafilah (sunnah) di rumah, berdasarkan sabda beliau        “Keutamaan sholat seseorang laki-laki di rumahnya dengan sholat yang dilihat oleh orang banyak seperti halnya keutamaan sholat fardhu atas sholat sunnah.” (HR. al-Baihaqi dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah).
Bukti yang menguatkan hal itu juga sabda Rosulloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shohih :
“Sebaik-baiknya sholat seseorang adalah di rumahnya kecuali sholat wajib.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)

6.      Berhias dengan beberapa adab pada hari Jumat, yaitu yang terdapat pada sabdanya        :
“Barangsiapa mandi (janabat) pada hari Jumat, kemudian berangkat di awal waktu, mendapatkan khutbah pertama, berjalan kaki tidak naik kendaraan, mendekati imam, mendengarkan khutbah dan tidak berbicara, maka baginya setiap langkahnya adalah (bagaikan) amalan setahun dari pahala puasa dan sholat (tarawih)nya.” (HR. Ahlus Sunan).
Artinya “ghossala” adalah membasuh kepalanya, dan ada yang mengartikannya sebagai menggauli istrinya agar pandangannya tidak melihat yang haram pada hari itu. Sedang arti “bakkaro” adalah berangkat (ke masjid) di awal waktu. Dan ”Ibtakaro” adalah mendapatkan khutbah pertama.

7.      Sholat Dhuha, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bila masuk waktu pagi maka setiap jari-jari tangan kamu ada kewajiban shodaqoh, lalu setiap (bacaan) tasbih adalah shodaqoh, tahmid adalah shodaqoh, tahlil adalah shodaqoh, takbir adalah shodaqoh, amar ma’ruf adalah shodaqoh, nahi mungkar adalah shodaqoh, dan cukup dari itu semuanya dengan sholat dua rakaat waktu Dhuha.” (HR. Muslim).
Makna “sulamaa” adalah lipatan-lipatan organ tubuh seseorang yang berjumlah tiga ratus enam puluh lipatan / engsel.
Sebaik-baiknya waktu sholat Dhuha adalah ketika matahari sangat panas, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Sholat orang-orang yang bertobat itu ketika anak unta terasa sangat panas.” (HR. Muslim).
Maksudnya, tatkala anak unta itu berdiri dari tempatnya karena terik matahari yang sangat panas.

8.      Menghajikan orang lain atas biayanya setiap tahun, berdasarkan sabdanya  Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kerjakanlah haji dan umroh itu berturut-turut, karena sesungguhnya ia (dapat) menghilangkan kefakiran dan dosa seperti ubupan (alat peniup api) tukang besi yang menghilangkan karat besi, emas, dan perak.” (HR. At-Tirmidzi dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah).
Kadang-kadang seseorang tidak bisa melakukan haji setiap tahun. Oleh karena itu, hendaknya ia menghajikan orang lain atas biayanya- yang mampu badannya (dalam mengadakan perjalanan ke Baitulloh).

9.      Sholat setelah terbitnya matahari, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Barangsiapa sholat Subuh dengan berjamaan (di masjid), kemudian ia duduk sambil berdzikir kepada Alloh sampai terbitnya matahari, lalu sholat dua rakaat, maka baginya seperti pahala ibadah haji dan umroh yang sempurna, yang sempurna, dan yang sempurna.” (HR. At-Tirmidzi dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah)

10.  Menghadiri halaqoh-halaqoh ilmu di masjid, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Barangsiapa berangkat ke masjid dia tidak menginginkan kecuali untuk belajar sesuatu kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya adalah seperti pahala orang yang beribadah haji dengan sempurna.” (HR. Ath-Thobroni dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah)

11.  Melaksanakan umroh pada bulan Romadhon, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Umroh di bulan Romadhon sama dengan haji bersamaku.” (HR. Al-Bukhori).

12.  Melaksanakan sholat lima waktu di masjid, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk sholat fardhu, maka pahalanya seperti pahala haji.” (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh al-Albani rahimahullah).
Dan yang lebih utama agar keluar dari rumahnya sudah dalam keadaan suci, bukan bersuci di masjid, kecuali dalam keadaan terpaksa dan darurat.

13.  Hendaknya berada di shof yang pertama, berdasarkan ucapan ’Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memintakan ampunan (kepada Alloh) bagi orang yang berada di shof yang pertama ”tiga kali”, dan shof yang kedua ”satu kali”. (HR. An-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga, “Sesungguhnya Alloh dan malaikatNya membacakan sholawat kepada orang-orang yang berada di shof pertama.” (HR. Ahmad dengan sanad yang baik).

14.  Sholat di masjid Quba, berdasarkan sabda Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Barangsiapa bersuci dari rumahnya, kemudian ia datang ke Masjid Quba, lalu sholat di dalamnya, maka baginya seperti pahala umroh.” (HR. An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

15.  Menjadi mu’adzin (tukang adzan), berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tukang adzan itu akan diampuni (dosanya) sepanjang suaranya (terdengar), dan dibenarkan oleh orang yang mendengarkannya, baik basah maupun kering, dan juga baginya pahala orang yang sholat bersamanya.” (HR. Ahmad dan an-Nasa’i).
Apabila anda tidak dapat menjadi tukang adzan, maka paling tidak anda harus mendapatkan pahala yang setimpal dengannya, yaitu amalan berikut.

16.  Agar mengucapkan seperti yang dikatakan oleh mu’adzin itu, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Katakanlah seperti yang dikatakan oleh mu’adzin. Bila kamu sudah selesai, maka mohonlah (kepada Alloh) niscaya Dia akan memberimu.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasa’i).
Maksudnya, memohonlah setelah kamu selesai menjawab mu’adzin itu.

17.  Puasa Romadhon dan enam hari di bulan Syawwal setelahnya, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa pusa Romadhon kemudian diikuti enam hari di bulan Syawwal, maka (pahalanya) seperti puasa setahun.” (HR. Muslim).

18.  Puasa tiga hari setiap bulan (tanggal 13, 14, dan 15, bulan Qomariyah), berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Barangsiapa puasa tiga hari dari setiap bulan, maka itulah (pahalanya seperti) puasa setahun.”
Kemudian Alloh menurunkan firmanNya sebagai pembenaran dalam KitabNya, “Barangsiapa membawa amal yang baik , maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya.” (QS. Al-An’an : 160) “Satu hari sama dengan sepuluh hari.” (HR. at-Tirmidzi).

19.  Memberikan makanan untuk berbuka puasa bagi orang-orang yang berpuasa, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Barangsiapa memberikan makanan untuk berbuka puasa bagi orang-orang yang berpuasa, maka baginya seperti pahala tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa itu.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

20.  Sholat pada malam “Lailatul Qodr”, berdasarkan firman Alloh Ta’ala, ”Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qodr : 3).

Maksudnya, lebih baik daripada ibadah selama delapan puluh tiga tahun.

21.  Jihad, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kedudukan seseorang yang shof (jihad) fi sabilillah lebih baik daripada ibadah enam puluh tahun.” (HR. al-Hakim dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah)
Hal ini merupakan keutamaan kedudukan / posisi dalam shof (jihad), lalu bagaimana dengan orang yang berjihad fi sabilillah dalam tempo berhari-hari, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun.

22.  Ar-Ribath (bersiap siaga di perbatasan musuh), berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa tetap bersiap-siaga  ( di perbatasan musuh) fi sabilillah dalam satu hari satu malam, maka baginya pahala seperti puasa satu bulan penuh dengan sholat malamnya. Dan barangsiapa meninggal dalam keadaan bersiap-siaga, maka baginya seperti itu juga pahalanya, dan ia diberikan rejeki, serta diamankan dari fitnah (siksa kubur).” (HR. Muslim).

23.  Amal sholih pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak ada hari-hari di mana amal sholih yang dilakukan dalam sepuluh hari pertama (di bulan Dzulhijjah) lebih dicintai oleh Alloh dari hari-hari lainnya.” Para sahabat berkata, “Wahai Rosululloh, tidakkah jihad di jalan Alloh lebih utama?” Beliau menjawab, “Tidak juga berjihad di jalan Alloh, kecuali seseorang yang keluar dengan diri dan hartanya, dan tidak kembali darinya dengan membawa sesuatu.” (HR. al-Bukhori).

24.  Mengulang-ulangi beberapa surat al-Qur’an, berdasarkan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Surat ‘al-Ikhlash’ sama dengan sepertiga al-Qur’an dan Surat al-Falaq’ sama dengan seperempat al-Qur’an.” (HR. At-Thobroni dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah)

25.  Berdzikir yang pahalanya berlipat ganda dan hal ini banyak (macamnya).
Di antaranya bahwa Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika keluar dari (rumah istrinya), Ummul Mukminin Juwairiyah radhiyallahu ‘anha di saat pagi hari ketika beliau sholat Subuh, sedang dia berada di tempat sholatnya. Kemudian Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang setelah sholat Dhuha sementara Ummul Mukminin sedang duduk (di tempat sholatnya), seraya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ”Masihkah engkau dalam keadaan yang tatkala aku tinggalkan?” Ummul Mukminin menjawab, ”Ya, benar.” Lalu beliau bersabda, ”Aku telah mengucapkan empat kalimat tiga kali setelahmu, seandainya kalimat-kalimat itu ditimbang dengan apa yang kamu ucapkan mulai hari ini, pasti (kalimat-kalimat itu) akan lebih berat, yaitu : ”Maha Suci Alloh, aku memuji-Nya sebanyak bilangan makhluk-Nya, sejauh kerelaanNya, seberat timbangan ’Arsy-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-Nya.” (HR. Muslim).
Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatku sedang aku menggerakkan bibirku lalu beliau bertanya, ”Apa yang kamu ucapkan, wahai Abu Umamah?” Saya menjawab, ”Saya berdzikir dan menyebut Alloh.” Kemudian (beliau mengajariku) lalu bersabda, ”Maukah kamu aku tunjukkan kepada yng lebih banyak (pahalanya) dalam berdzikir kepada Alloh di siang hari dan malam hari? Maka ucapkanlah :
”Segala puji bagi Alloh sebanyak bilangan apa yang Dia ciptakan. Segala puji bagiNya sepenuh apa yang Dia ciptakan. Segala puji bagiNya sebanyak apa yang (terdapat) dalam langit dan bumi. Segala puji bagiNya sebanyak apa yang terhitung dalam kitabNya. Segala puji bagiNya sepenuh apa yang terhitung dalam kitabNya. Segala puji bagiNya sebanyak bilangan segala sesuatu. Dan segala puji bagiNya sepenuh segala sesuatu.”
Dan hendaklah kamu bertasbih kepada Alloh seperti itu.” Lalu beliau meneruskan sabdanya, ”Pelajarilah (doa-doa itu) dan ajarilah orang-orang setelahmu.” (HR. Ath-Thobroni dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah)

26.  Istighfar yang berlipat ganda, berdasarkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Barangsiapa memintakan ampunan bagi orang-orang mukmin maupun mukminah, maka Alloh akan menulis baginya dari setiap orang mukmin maupun mukminah sebagai satu kebajikan.” (HR. Ath-Thobroni dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah)

27.  Melaksanakan kepentingan manusia, berdasarkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya bila aku berjalan dengan saudaraku muslim untuk memenuhi suatu hajatnya lebih saya cintai daripada saya beri’tikaf di masjid selama satu bulan.” (HR. Ibnu Abi Dun-yaa  dan dihasankan oleh al-Albani rahimahullah)

28.  Perbuatan-perbuatan yang pahalanya senantiasa mengalir sampai setelah mati yaitu yang dijelaskan dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada empat macam pahala yang selalu mengucur (pahalanya walaupun) setelah meninggal : [1] Seseorang yang selalu siap siaga (di perbatasan musuh) di jalan Alloh. [2] Seseorang yang mengajarkan suatu ilmu, maka pahalanya akan selalu mengucur selama ilmu itu diamalkan. [3] Seseorang yang memberi shodaqoh, maka pahalanya akan selalu mengucur (kepadanya) selama (shodaqoh tersebut) dipergunakan. [4] Seorang ayah yang meninggalkan anak yang sholih yang mendoakan kepadanya.” (HR. Ahmad dan ath-Thobroni).

29.  Mempergunakan waktu, hendaknya seorang muslim menggunakan waktunya dengan ketaatan (kepada Alloh). Seperti membaca al-Qur’an, berdzikir, ibadah, mendengarkan kaset-kaset yagn bermanfaat, agar waktunya tidak sia-sia belaka dan agar ia tidak dilalaikan di mana saat itu tidak bermanfaat lagi kelalaian, seperti yang disabdakan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Dua nikmat yang (sering) dilupakan oleh kebanyakan orang, yaitu kesehatan dan kekosongan (waktu).” (HR. Al-Bukhori).
Alloh-lah Yang Maha Memberikan taufiq kepada kita semua agar umur kita dipanjangkan olehNya dalam kebaikan. Dan dapat mempergunakan kesempatan-kesempatan yang berlipat ganda (pahalanya), di mana kebanyakan orang melalaikannya.


Ustadz Farid Muhammad al-Bathothy, Lc (Dosen STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya)
Sumber: Majalah Adz-Dzakhiirah Edisi 70 :: Vol. 9 No. 04 :: 1432H/2011M

Sabtu, 07 Januari 2012

Subhanallah Satu Gereja Masuk islam Gara-Gara Seorang Pemuda Islam di Amerika

Sebuah kisah nyata yang terjadi di negerinya Paman Sam. Patut kita ambil hikmahnya, diantaranya :

1. Kebenaran Islam yang nyata,
2. Sangat beratnya timbangan kalimat syahadat,
3. Pentingnya bagi pemuda Muslim untuk menuntut ilmu,
4. Dsb.

Simak saja kisahnya… Satu gereja masuk Islam benarkah? Semoga ALLAH mengijinkan kita menjadi pemuda seperti beliau, Amiiin….. Kisah Nyata Seorang Pemuda Arab Yang Menimba Ilmu Di Amerika Rabu, 22 Februari 06 Ada seorang pemuda arab yang baru saja me-nyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika.Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya. Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di Amerika, ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani.Hubungan mereka semakin akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk Islam. Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan melintas di dekat sebuah gerejayang terdapat di kampung tersebut.Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja. Semula ia berkeberatan, namun karena ia terus mendesak akhirnya pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka. Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan penghormatan lantas kembali duduk. Di saat itu si pendeta agak terbelalak ketika melihat kepada para hadirin dan berkata, “Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini.” Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya pendeta itu berkata, “Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya.” Barulah pemuda ini beranjak keluar. Di ambang pintu ia bertanya kepada sang pendeta, “Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang muslim.” Pendeta itu menjawab, “Dari tanda yang terdapat di wajahmu.” Kemudian ia beranjak hendak keluar, namun sang pendeta ingin memanfaatkan keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan, tujuannya untuk memojokkan pemuda tersebut dan sekaligus mengokohkan markasnya. Pemuda muslim itupun menerima tantangan debat tersebut. Sang pendeta berkata, “Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus menjawabnya dengan tepat.” Si pemuda tersenyum dan berkata, “Silahkan! Sang pendeta pun mulai bertanya,

Rabu, 30 November 2011

Semoga Kita Terdorong Melaksanakan Puasa ‘Asyura

 Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal, S.T.
Artikel www.muslim.or.id

Sungguh puasa memiliki keutamaan yang sangat besar bagi pelakunya. Tidakkah engkau mengetahui bahwa puasa adalah rahasia antara hamba dan Rabbnya?!
Dalam riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى »
“Setiap amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku.” (HR. Muslim no. 1151)

Bagi orang yang berpuasa juga akan disediakan pintu surga yang khusus untuk mereka. Inilah kenikmatan di akhirat yang dikhususkan bagi orang yang berpuasa.
إِنَّ فِى الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang bernama Ar-Royyaan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Dikatakan kepada mereka,’Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Maka orang-orang yang berpuasa pun berdiri dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut.” (HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152)
Juga dalam ayat yang mulia ini dijelaskan mengenai balasan bagi orang yang berpuasa. Allah Ta’ala berfirman,
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ

“(Kepada mereka dikatakan): ‘Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.’”
(QS. Al Haqqah [69]: 24)
Mujahid dan selainnya mengatakan, “Ayat ini turun pada orang yang berpuasa: Barangsiapa yang meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena Allah, maka Allah akan memberi ganti dengan yang makanan dan minuman yang lebih baik.” (Latho’if Ma’arif, hal. 36)
Penjelasan-penjelasan tadi adalah motivasi agar kita gemar melakukan puasa.
Karena kita sekarang berada di bulan Muharram, ada suatu amalan yang sangat mulia ketika itu yaitu puasa hari ‘Asyura. Hari ‘Asyura -menurut mayoritas ulama- adalah tanggal 10 Muharram dan bukan tanggal 9 Muharram sebagaimana pendapat Ibnu Abbas. Yang lebih tepat adalah pendapat mayoritas ulama sesuai dengan yang nampak jelas pada hadits (baca: zhohir hadits) dan sesuai dengan tuntunan lafazh. Ulama yang menyatakan hari Asyura adalah tanggal 10 Muharram yaitu Sa’id bin Al Musayyib, Al Hasan Al Bashri, Malik, Ahmad, Ishaq dan Khola’iq. (Lihat Syarh Muslim, 4/114)
Lalu apa saja keutamaan puasa tersebut? Semoga dengan mengetahui keutamaannya kita terdorong untuk melaksanakan puasa yang satu ini. Namun, sebelumnya kita lihat terlebih dahulu mengenai keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melakukan puasa ‘Asyura. Ya Allah, mudahkanlah urusan ini.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Melakukan Puasa ‘Asyura di Makkah
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ
“Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan puasa ‘Asyura. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa tersebut dan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa ‘Asyura. (Lalu beliau mengatakan:) Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya (tidak berpuasa).” (HR. Bukhari no. 2002 dan Muslim no. 1125)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Melakukan Puasa ‘Asyura di Madinah
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ‘Asyura. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Hari yang kalian bepuasa ini adalah hari apa?” Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, “Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.” Lalu setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa. (HR. Muslim no. 1130)
Apakah ini berarti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meniru-niru Yahudi? Tidak sama sekali.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan puasa ‘Asyura di Makkah sebagaimana dilakukan pula oleh orang-orang Quraisy. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah dan menemukan orang Yahudi melakukan puasa ini, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun ikut melakukannya. Namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa ini berdasarkan wahyu, berita mutawatir (dari jalur yang sangat banyak), atau dari ijtihad beliau, dan bukan semata-mata berita salah seorang dari mereka, orang Yahudi. Wallahu a’lam.” (Syarh Muslim, 4/119)
Ketika Diwajibkannya Puasa Ramadhan
Ketika diwajibkannya puasa Ramadhan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa siapa yang ingin berpuasa, silakan dan siapa yang tidak ingin berpuasa, silakan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha di atas dan Ibnu ‘Umar berikut ini. Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
أَنَّ أَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوا يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَامَهُ وَالْمُسْلِمُونَ قَبْلَ أَنْ يُفْتَرَضَ رَمَضَانُ فَلَمَّا افْتُرِضَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ عَاشُورَاءَ يَوْمٌ مِنْ أَيَّامِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ ».
“Sesungguhnya orang-orang Jahiliyah biasa melakukan puasa pada hari ‘Asyura. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukan puasa tersebut sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, begitu pula kaum muslimin saat itu. Tatkala Ramadhan diwajibkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: Sesungguhnya hari Asyura adalah hari di antara hari-hari Allah. Barangsiapa yang ingin berpuasa, silakan berpuasa. Barangsiapa meninggalkannya juga silakan.” (HR. Muslim no. 1126)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Bertekad Menambah Puasa pada Hari Kesembilan Muharram
Di akhir umurnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad untuk menambah puasa pada hari kesembilan Muharram untuk menyelisihi Ahlu Kitab.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa hari ‘Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, kemudian pada saat itu ada yang berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.
“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashara.”
Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
« فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ »
“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.”
Ibnu Abbas mengatakan,
فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134)
Jadi ringkasnya, sebagaimana yang dimaksudkan oleh Ibnu Rojab bahwa puasa ‘Asyura yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada empat keadaan:
Pertama: beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di Makkah, namun beliau tidak memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.
Kedua: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Ahlu Kitab berpuasa dan mengagungkan hari tersebut. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin sama dengan mereka dalam perkara yang tidak diperintahkan baginya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan puasa pada hari Asyura tersebut.
Ketiga: ketika diwajibkannya puasa Ramadhan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa siapa yang ingin berpuasa, silakan dan siapa yang tidak ingin berpuasa, silakan.
Keempat: Di akhir umurnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad untuk menambah puasa pada hari kesembilan Muharram untuk menyelisihi ahlu kitab. (Lihat Latho’if Ma’arif, hal. 53)
Saatnya kita melihat keutamaan khusus dari puasa ‘Asyura.

Jumat, 25 November 2011

Doa akhir tahun dan awal tahun baru Islam

Doa akhir tahun dan awal tahun baru Islam (Hijriyah)

Beberapa hari lagi kita akan memasuki tahun baru Islam, yaitu tahun 1431 Hijriyah. Meskipun banyak dari sebagian kita umat Islam yang memandang 'biasa-biasa saja' tahun baru Islam ini namun sesungguhnya saat pergantian tahun baru Islamlah saat yang paling tepat untuk memulai sebuah resolusi baru.

'Resolusi baru', seperti itulah ungkapan yang banyak diucapkan oleh sebagian saudara-saudara kita saat mereka merayakan pergantian tahun baru Masehi. Namun sebenarnya momen yang tepat untuk memulai resolusi baru adalah ketika pergantian tahun baru Islam. Mengapa?

Untuk menjawab pertanyaan di atas kita akan melihat sekilas jauh ke belakang tentang asal muasal dimulainya perhitungan tahun/kalendar Islam (hijriyah). Ketika itu khalifah Umar bin Khattab ra. setelah berunding dengan beberapa penasihatnya akhirnya memutuskan untuk menggunakan tahun dimana Rasulullah Saw. berhijrah dari Mekah ke Madinah sebagai awal permulaan perhitungan kalendar Islam. Momentum hijrah Rasulullah Saw. dianggap mewakili 'era baru', karena bukan halnya saat itu Rasulullah berhasil meloloskan diri dari kota Mekkah yang sudah tidak kondusif lagi bagi perkembangan dakwah beliau namun juga keputusannya untuk berhijrah ke Madinah membawa pelita terang bagi kebangkitan Islam sehingga beliau berhasil membangun pondasi mental dan spiritual bagi umat Islam yang terasa sampai sekarang ini.

Para shalihin mengajarkan kita untuk berdoa ketika menjelang pergantian tahun. Dan dibawah ini adalah doa akhir tahun dan awal tahun yang lafadznya cukup terkenal karena banyak terdapat di buku-buku doa.

Doa Akhir Tahun
Bacalah doa ini tiga kali saat menjelang akhir tahun baru Islam, bisa dilakukan sesudah ashar atau sebelum maghrib pada tanggal 29 atau 30 Dzulhijah. Dengan doa ini kita memohon ketika kita akan mengakhiri perjalanan tahun yang akan ditinggalkan ini akan mendapatkan ampunan dari Allah Swt. atas perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh-Nya, dan apabila dalam tahun yang akan ditinggalkannya itu ada perbuatan-perbuatan yang diridhai oleh Allah Swt yang kita kerjakan, maka mohonlah agar amal shaleh tersebut diterima oleh Allah Swt.
Doa Akhir Tahun
Bismillaahir-rahmaanir-rahiim
Wa shallallaahu 'ala sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa aalihi wa shahbihii wa sallam.
Allaahumma maa 'amiltu fi haadzihis-sanati mimmaa nahaitani 'anhu falam atub minhu wa lam tardhahu wa lam tansahu wa halamta 'alayya ba'da qudratika 'alaa uquubati wa da'autani ilattaubati minhu ba'da jur'ati alaa ma'siyatika fa inni astaghfiruka fagfirlii wa maa 'amiltu fiihaa mimma tardhaahu wa wa'adtani 'alaihits-tsawaaba fas'alukallahumma yaa kariimu yaa dzal-jalaali wal ikram an tataqabbalahuu minni wa laa taqtha' rajaai minka yaa karim, wa sallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin Nabiyyil ummiyyi wa 'alaa 'aalihii wa sahbihii wa sallam
 
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW,beserta para keluarga dan sahabatnya. Ya Allah, segala yang telah ku kerjakan selama tahun ini dari apa yang menjadi larangan-Mu, sedang kami belum bertaubat, padahal Engkau tidak melupakannya dan Engkau bersabar (dengan kasih sayang-Mu), yang sesungguhnya Engkau berkuasa memberikan siksa untuk saya, dan Engkau telah mengajak saya untuk bertaubat sesudah melakukan maksiat. Karena itu ya Allah, saya mohon ampunan-Mu dan berilah ampunan kepada saya dengan kemurahan-Mu.
 
Segala apa yang telah saya kerjakan, selama tahun ini, berupa amal perbuatan yang Engkau ridhai dan Engkau janjikan akan membalasnya dengan pahala, saya mohon kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pemurah, wahai Dzat Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan, semoga berkenan menerima amal kami dan semoga Engkau tidak memutuskan harapan kami kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pemurah.
Dan semoga Allah memberikan rahmat dan kesejahteraan atas penghulu kami Muhammad, Nabi yang Ummi dan ke atas keluarga dan sahabatnya.

Doa Awal Tahun
Bacalah doa ini tiga kali saat kita memasuki tanggal 1 Muharam. Bisa dilakukan selepas maghrib atau pun sesudahnya. Dengan doa ini kita sebagai Mu'min memohon kepada Allah Swt. agar dalam memasuki tahun baru ini kita dapat meningkatkan amal kebajikan dan ketaqwaan.
Doa Awal Tahun
Bismillaahir-rahmaanir-rahiim
Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa 'aalihi wa shahbihii wa sallam.
Allaahumma antal-abadiyyul-qadiimul-awwalu, wa 'alaa fadhlikal-'azhimi wujuudikal-mu'awwali, wa haadza 'aamun jadidun qad aqbala ilaina nas'alukal 'ishmata fiihi minasy-syaithaani wa auliyaa'ihi wa junuudihi wal'auna 'alaa haadzihin-nafsil-ammaarati bis-suu'i wal-isytighaala bimaa yuqarribuni
ilaika zulfa yaa dzal-jalaali wal-ikram yaa arhamar-raahimin, wa sallallaahu 'alaa sayyidina Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa 'aalihi wa shahbihii wa sallam
 
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.
Ya Allah Engkaulah Yang Abadi, Dahulu, lagi Awal. Dan hanya kepada anugerah-Mu yang Agung dan Kedermawanan-Mu tempat bergantung.
 
Dan ini tahun baru benar-benar telah datang. Kami memohon kepada-Mu perlindungan dalam tahun ini dari (godaan) setan, kekasih-kekasihnya dan bala tentaranya. Dan kami memohon pertolongan untuk mengalahkan hawa nafsu amarah yang mengajak pada kejahatan,agar kami sibuk melakukan amal yang dapat mendekatkan diri kami kepada-Mu wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, Nabi yang ummi dan ke atas para keluarga dan sahabatnya.

Menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharam 1433 H

Bagaimana Menyambut Tahun Baru Islam
Hj. Yati Aryati

Pembaca, insya Allah Sabtu ini 26 November 2011, kita akan mengakhiri tahun 1432 Hijriyah dan mulai sejak azan Magrib pada hari tersebut kita memasuki Tahun Baru 1433 H, tepatnya 1 Muharam 1433 H.

Sebagai umat Islam, tentunya kita perlu bersyukur atas segala nikmat yang telah dan akan diberikan Allah SWT, nikmat yang tak akan ada manusia mampu menghitungnya selama perjalanan hidup setahun, khususnya pada tahun 1432 H. Oleh karena itu tak ada salahnya menyambut kedatangan tahun 1433 H sesuai syariat Islam.

Cara menyambut kedatangan tahun baru hijriyah ini tentu sangat berbeda dengan cara mereka yang non-Islam menyambut kedatangan tahun baru Masehi, setiap 1 Januari.
Menurut sejarahnya, Rasulullah SAW dan para sahabat beliau serta umat terdahulu sebenarnya tidak mengharuskan umat Islam merayakan kedatangan tahun hijriyah. Namun, entah sejak kapan, sebagian umat Islam merayakan kedatangan tahun baru hijriyah dengan mengadakan beberapa acara yang bersifat islami, meskipun terkadang sampai keluar dari ajaran Islam.

Ada beberapa adab yang kiranya perlu dilakukan dalam menyambut kedatangan tahun hijriyah di antaranya:
  • Niat yang ikhlas mengharapkan keridaan Allah SWT semata
  • Mengucapkan syukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya, nikmat kesehatan dan rezeki, serta bersalawat kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikut beliau. Pada tahun baru ini, kita mensyukuri seluruh nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah di tahun sebelumnya agar nikmat tersebut bertambah dan tidak dicabut-Nya.
  • Membaca doa, berharap dan bermohon kepada Allah SWT agar meridai dan menerima amalan-amalan yang dilakukan sebagai ibadah yang diterima, serta tetap menjadi pengikut Rasullah SAW yang setia hingga akhir hayat, serta tidak kembali keharibaan-Nya kecuali dalam keadaan berserah diri kepada-Nya, sebagaimana yang diperintahkan-Nya kepada kita: “Dan janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali Imran 102).
  • Banyak bertafakur untuk bermuhasabah dengan bertambahnya umur ini, karena sesungguhnya dengan bertambahnya usia, berarti hakikatnya berkurang kesempatan untuk hidup di dunia ini.
  • Memanfaatkan kehidupan dunia ini dengan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan kematian yang khusnul khatimah, atau kehidupan yang abadi; tidak terjebak dengan “permainan” dalam dunia. 
  • Mempersiapkan diri dengan bekal takwa sebagai sebaik-baiknya persiapan dan bekal. 
  • Memelihara dan menjaga diri dari perbuatan syirik, bid’ah, maksiat, dan perbuatan dosa lainnya. 
  • Menghindari pesta pora yang menyalahi ajaran Islam. 
  • Meningkatkan, menganjurkan bersedekah.
Jadikan tahun baru hijriyah untuk selalu mengintrospeksi diri, bersyukur, dan aktivitas hidup di dunia, bekal di akhirat, yang lebih baik dari tahun sebelumnya

Jumat, 18 November 2011

ORGANISASI REMAJA MASJID

 MASA REMAJA

Kalau kita berbicara tentang remaja, mungkin akan terbayang dalam benak kita tentang anak-anak manusia yang berada dalam masa-masa menyenangkan, ceria, penuh canda, semangat, gejolak keingintahuan, pencarian identitas diri dan emosi. Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh selepas masa anak-anak menjelang dewasa.
Dalam masa ini tubuhnya berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan-perubahan dalam wujud fisik dan psikis. Badannya tumbuh berkembang menunjukkan tanda-tanda orang dewasa, perilaku sosialnya berubah semakin menyadari keberadaan dirinya, ingin diakui, dan berkembang pemikiran maupun wawasannya secara lebih luas. Mungkin kalau kita perkirakan umur remaja berkisar antara 13 tahun sampai dengan 25 tahun. Pembatasan umur ini tidak mutlak, dan masih bisa diperdebatkan.
Masa remaja adalah saat-saat pembentukan pribadi, dimana lingkungan sangat berperan. Kalau kita perhatikan ada empat faktor lingkungan yang mempengaruhi remaja, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, teman pergaulan dan dunia luar. Lingkungan yang dibutuhkan oleh remaja adalah lingkungan yang islami, yang mendukung perkembangan imaji mereka secara positif dan menuntun mereka pada kepribadian yang benar. Lingkungan yang islami akan memberi kemudahan dalam pembinaan remaja.

PEMBINAAN REMAJA MELALUI MASJID

Pembinaan remaja dalam Islam bertujuan agar remaja tersebut menjadi anak yang shalih; yaitu anak yang baik, beriman, berilmu, berketerampilan dan berakhlak mulia. Anak yang shalih adalah dambaan setiap orangtua muslim yang taat. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Apabila anak Adam mati, maka semua amalnya terputus, kecuali tiga: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendoakannya. (HR. Muslim).
Untuk membina remaja bisa dilakukan dengan berbagai cara dan sarana, salah satunya melalui Remaja Masjid. Yaitu suatu organisasi atau wadah perkumpulan remaja muslim yang menggunakan Masjid sebagai pusat aktivitas. Remaja Masjid merupakan salah satu alternatif pembinaan remaja yang terbaik. Melalui organisasi ini, mereka memperoleh lingkungan yang islami serta dapat mengembangkan kreatitivitas.
Remaja Masjid membina para anggotanya agar beriman, berilmu dan beramal shalih dalam rangka mengabdi kepada Allah subhanahu wa ta’ala untuk mencapai keridlaan-Nya. Pembinaan dilakukan dengan menyusun aneka program yang selanjunya ditindaklanjuti dengan berbagai aktivitas. Remaja Masjid yang telah mapan biasanya mampu bekerja secara terstruktur dan terencana. Mereka menyusun Program Kerja periodik dan melakukan berbagai aktivitas yang berorientasi pada: keislaman, kemasjidan, keremajaan, keterampilan dan Keilmuan.
Mereka juga melakukan pembidangan kerja berdasarkan kebutuhan organisasi, agar dapat bekerja secara efektif dan efisien. Beberapa bidang kerja dibentuk untuk mewadahi fungsi-fungsi organisasi yang disesuaikan dengan Program Kerja dan aktivitas yang akan diselenggarakan, di antaranya:
1. Administrasi dan Kesekretariatan.
2. Keuangan.
3. Pembinaan Anggota.
4. Perpustakaan dan Informasi.
5. Kesejahteraan Umat.
6. Kewanitaan.

Masjid Jami' Sarah


Hanyalah yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.  (QS 9:18, At Taubah)

Masjid Jami' Sarah Dengok Wetan Prambanan
bukanlah milik dan tidak didominasi oleh suatu golongan serta tidak menolak suatu golongan pun
sepanjang berasaskan Islam dan berlandaskan pada Al Quran dan As Sunnah